Aku Disini

Jumat, 23 Desember 2011

Lama Aku Tak Curhat

Lama aku tak curhat, selama itu pula aku gelisah dan tidak tahu bagaimana caranya aku bisa kembali. Aku tahu diri ini tak pantas untuk dapatkan semuanya karena diri sering banyak lupa dan alpa dan lebih banyak tak punya konsekwensi dari ucapan dan tindakan yang lahir. Apalagi ucapan dan tindakan yang mengatas namakan-Mu. Aku menyadari diri ini begitu lemahnya.
Tapi aku pengen kembali dengan segera Rabb dalam kondisi tenang dan cinta pada-Mu. Aku sendiri tidak mengerti apa yang sudah terjadi dengan diri ini. Yang aku tahu, aku hanya gelisah dan bingung tak tentu arah. Yang aku tahu, aku hanya ingin kembali pada-Mu. Kalau ini bagian dari banyak khilaf yang aku punya, aku mau minta maaf dan ingin segera cicipi taubat nasuha. Kalau ini bagian dari kelemahanku, aku hanya ingin Engkau ada dalam saat-saat itu. Berharap Engkau membantuku melangkah.
Rabb, aku seakan sudah tidak bisa berbuat apa lagi. Ditambah tanpa-Mu aku akan semakin gelisah. Pikirku ini puncak ketidakmengertianku akan diri, puncak kegelisahanku, puncak dari segalanya yang aku sendiri tak mengerti itu apa. Bagaimana lagi aku bisa jika itu tanpa-Mu.
Aku semakin sadar bahwa betapa banyak waktuku hilang dan terbuang percuma hanya untuk meratapi diri, menghitung yang tak ada dalam diri semoga Engkau berkenan menghadirkan. Aku meratap, aku menghitung—aku pun akan gelisah. Saat seperti ini, aku ingin Engkau memelukku erat. Agar gelisah ini segera sirna dan Engkau menggantikan kelemahan ini dengan petunjuk-Mu, dengan bimbingan-Mu. Agar Engkau mengobati ketakutanku akan pikiranku bahwa Engkau akan meninggalkan diri ini.
Lama kau tak curhat, ingin sekali aku banyak bersamamu disini. Menceritakan segala hal tentang diriku. Tentang apa saja. Aku ingin sejenak tinggalkan segalanya, mengasingkan diri hanya denganmu. Mendekatimu tanpa hijab, tanpa aral. Hanya aku, kau dan DIA. Biar aku semakin mengerti tentangmu. Sementara waktu, aku ingin mengerti tentangmu dari dirimu bukan dari orang lain. Aku ingin menghargai dirimu sebagai teman hidupku yang tak pernah curang, bohong apalagi mengkhianatiku. Sekarang aku seolah gelisah bersamamu karena aku sendiri belum mengerti sepenuhnya akan dirimu. Aku hanya menuntut engkau ada, hadir dan penuhi segala keinginanku. Tanpa aku mengerti akan keberadaanmu. Sekali saja, aku tidak pernah menghargai dirimu sebagai teman yang memang pantas untuk dihargai dengan setinggi-tingginya melebihi penghargaan pada yang lain setelah Dia dan rasul-Nya. Pernah aku menghargaimu itu sebatas karena rasa untuk menghargai itu datang karena rahmat-Nya bukan kesadaranku kalau aku memang harus menghargaimu. Kalau pun iya, itu hanya sedikit saja.
Untukku, mengerti dirimu adalah sesuatu hal yang mutlak untukku. Harusnya tanpa begini, aku seyogyanya semakin mengerti akan dirimu tapi mungkin inilah kelemahanku. Harus meluangkan waktu sejenak secara khusus denganmu atau butuh waktu banyak untukku agar mengerti dirimu seutuhnya.
(Batangbatang, 12 Desember 2011)

*kamu : diri sendiri

Aku Akan Mempertahankan-MU


Aku berdoa, meminta, berharap, menumpahkan segala resah dan menangis di hadapan-Mu namun aku merasa Engkau tak hadir dan tak ada bekas dalam jiwa. Seakan Engkau biarkan saja dan cuek dengan hamba. Aku seolah sudah tak mau lagi berjumpa dan bermunajah pada-Mu lagi. Engkau tak lagi mendengar, Engkau tak lagi melihat. Semuanya Engkau biarkan begitu saja padahal aku meminta dengan merintih. Engkau benar-benar hilang dari jiwa dan rasa. Sungguh, tak terasa lagi dekat dengan-Mu. Kalau pun aku menangis, itu bukan karena aku telah menemukan diri-Mu dalam rasa dan jiwaku tapi karena lelah dan beban yang tak kuat aku tanggung sendiri. Aku keluhkan pada manusia, tak memuaskan jiwa dan rasa untuk mendapat kedamaian dan jawaban yang sempurna. Semua seolah egois dengan kehidupannya sendiri. Mereka tidak bisa mengerti aku sepenuhnya. Terkadang ingin aku keluhkan juga pada orang tercinta seperti ibu atau bapak tapi pikirku bagaimana aku bisa cerita kepada mereka kalau dari cerita itu akan menambah beban rasa pada mereka dan itu aku tak mau terjadi. Selain itu, aku merasa akan menghukum diri karena sampai detik ini kenapa belum bisa aku selesaikan persoalan hidup dengan sendiri tanpa harus lagi mengantungkan kepada mereka. Bukankah aku telah dewasa. Pikiran seperti itu semakin menambah bebanku. Aku bingung dan resah. Kemana dan bagaimana?. Jika satu-satunya tempat aku menumpahkan rasa kini tak lagi terasa di jiwa. Kemana akan aku cari Engkau Rabb?. Bukan lagi separuh wajah-Mu yang hilang tapi hamper sempurna tak bisa kutatap Engkau. Apa yang salah dari hamba?. Inikah pencarian Ibrahim?. Ataukah Engkau telah benar-benar sirna?. Tapi yang ingin aku sampaikan pada-Mu Rabb-walau sejatinya Engkau Maha Mengetahui-aku akan tetap mempertahankan-Mu sampai akhir waktuku. Engkau tetap ada walau tidak terasa. Saat ini Engkau sudah tahu bagaimana Engkau benar-benar telah dalam jiwa dan rasa ini. Engkau pun tahu bahwa kondisi ini tidak aku alami sekali ini saja tapi hamper 12 tahun. Bayangkan Rabb betapa lamanya Engkau tidak bisa aku hadirkan secara sempurna. Sesaat Engkau tinggal separuh, aku usahakan mencari separuhnya dalam munajah dan coba, saat itu aku temukan sedikit untuk menambah kesempurnaan wajah-Mu. Tapi sesaat kemudian Engkau tak tampak lagi sampai pada akhirnya Engkau sempurna hilang dalam penglihatan dan pendengaranku. Aku berkali-kali bertanya pada-Mu, kemana Engkau Rabb?. Tapi sekali lagi aku tetap akan memaksa walau dengan rasa yang hilang, Engkau tetap harus ada. Aku shalat walau tanpa rasa. Aku berpuasa tanpa rasa. Segala aktivitas kedekatanku pada-Mu, semuanya tanpa rasa. Aku benar-benar kehilangan keyakinan akan keberadaan-Mu tapi ingat aku tetap akan berikrar kalau aku akan tetap mempertahankan-Mu. Aku tidak tahu kenapa aku mempertahankan-Mu karena aku takut kehilangan orang-orang tercinta-yang semuanya kenal diri-Mu?. Karena aku butuh pada-Mu?. Karena aku merasa Engkau ada, namun belum waktunya Engkau hadir sempurna?. Karena aku merasa Engkau ada namun aku terhalang oleh dosa untuk melihat dan mendengar-Mu?. Karena aku merasa Engkau ada namun Engkau ingin mengujiku sampai sejauh mana aku bisa mempertahankanmu?.
Engkau benar-benar ingin mengujiku sampai titik nadirku. Engkau benar-benar ingin tahu sampai dimana kekuatan dan keyakinanku. Engkau benar-benar ingin tahu bagaimana aku memeras jiwa dan tetatih mengemis pada-Mu untuk mempertahankan-Mu. Engkau benar-benar ingin bukti nyata dari setiap ucapanku. Benar adanya ketika aku merasakan kedekatan dengan-Mu atau entah apalah itu aku berucap dengan ucapan layaknya seorang sufi saja. Padahal aku belum tentu bisa bertindak dengan ucapan itu. Demikian juga aku mengalami pengalaman yang dahsyat dalam kehidupanku. Air mataku tumpah ruah, aku menggigil karena-Mu, aku kehilangan rasa dengan dunia, aku sempurna dalam pasrah. Ini kejadian apa?. Aku sendiri bingung dengan kondisiku sendiri. Hal-hal yang bertentangan silih berganti mendatangiku. Aku tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Aku melayani dua keadaan yang bertentangan itu dengan kehadiran yang sempurna. Aku bingung. Ini ada apa?. Seperti ada yang lain dalam diri ini. Seakan hanya aku saja yang mengalami hal seperti ini. Yang lain seperti biasa saja menjalani kehidupan ini. Seolah sempurna, tenang dan adem ayem saja. Mereka bisa beraktivitas tanpa ada keluh kesah dan bersih oleh resah. Sedangkan aku, entahlah aku bingung dengan diriku sendiri. Aku kadang tak tahan dengan ini semua. Sampai kapan?. Akankah ini bagian dari masa-masa yang memang harus aku lewati?. Atau aku saja yang alami semua ini karena kelemahan dan ketidakberdayaanku?. Aku menggeleng kepala. Aku belum menemukan jawaban yang pasti dari-Nya lewat penglihatan, pendengaran dan rasaku akan semua. Aku akan tunggu saja sampai pada waktunya tiba. Tapi dengan kesangsian yang terus menyiksa, akankah semua ini akan ada akhirnya?. Atau terus berlanjut tanpa ada jedah dan titik akhirnya?. Lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas panjang menunggu jawabannya. Lelah sekali. Hari-hariku ingin aku nikmati dengan istirahat saja. Aku enggan beraktivitas terlalu banyak. Cukup aku disini saja, sendiri menikmati kesendirian dalam kegelisahan. Makanya setiap aktivitasku tak bisa aku nikmati, semua terasa jadi beban dan hambar dirasa. Aku hanya merasakan kebingungan dengan aktivitasku itu. Buat apa ini semua aku lakukan?. Apalagi aku tak bisa menikmatinya. Benar-benar hampa. (30 September 2011)

Pengikut