Tubuhku menggigil, jantungku
berdenyut kencang, nafas terasa sebentar akan terhenti, terasa segala hal di
sampingku menjadi hambar dan tak seperti ada.. Huh, aku begitu takut dan ingin
menghentikan seketika aktifitas keduniaanku. Aku ingin berteriak keras;
“Allah….!!!. Jangan Kau ambil dulu nyawa ini karena hamba belum siap. Aku takut
Allah merasakan sakitnya kematian itu dan aku belum bisa meninggalkan
orang-orang yang hamba cintai, ada sejuta keinginan baik hamba yang bisa
kujadikan bekal menuju-Mu”. Ini adalah kejadian dahsyat yang aku alami.
Dari awal aku sampaikan jika aku
ingin merasa dekat dengan-Nya, hampir menjadi tak terasa yang lain. Hambar dan
aku ingin hanya DIA yang ada dalam hatiku bukan yang lain, kalaupun ada yang
lain harus aku pastikan DIA menyertainya. Tapi jika aku mulai ada kecenderungan
mendekati dosa, seakan DIA tak ada dan tak tergetar sama sekali hati ini walau
aku paksakan mengingat-Nya. Rasa nikmat yang dimunculkan kegiatan dosa itu
melupakan segalanya termasuk DIA. Astagfirullah..
Berkali-kali aku sampaikan
pada-Nya kalau aku ingin taubat nasuha, dan tak ingin menyentuh dosa sekecil
apapun itu. Aku ingin hati yang bening, qalbun salim. Tapi aku tak punya
kekuatan menghindar dari dosa dan melaksanakan ketaatan dengan penuh pada-Nya
dengan istiqamah. Aku bertanya, bagaimana caranya?. Setiap kali aku sadar dan
ada kecenderungan ingin dekat dengan-Nya aku menggigil keras dan tumpah air
mata. Di saat apapun itu khususnya ketika shalat.
Dan aku ingin sampaikan padamu,
sadar itu lahir ketika harap padamu itu hadir lewat mengingatmu dari angan
seketika atau karena kau hadir secara fisik dihadapanku. Harap ini hadir, aku
ingin segera memutuskan menghadap-Nya. Akupun bersimpuh dengan berharap banyak
DIA sambut kehadiranku. Aku meyakinkan-Nya dengan kondisi hati yang luluh. Saat
itu yakinku bertambah besar bahwa pada saatnya nanti DIA pasti kabulkan harap
ini. Hem, ada bahagia seketika dengan hadirnya keyakinan itu. Tapi tak jarang
saat simpuh puncakku aku ingin pasrah dan ingin hanya DIA yang tak boleh lepas
dari hati dan kehidupanku. “Aku ikut mau-Mu Tuhan walau harap ini tak akan
pernah sirna jika memang ada Engkau dalam harap ini”.
Tepat ketika untuk yang kedua
kalinya setelah simpuh sujud dalam waktu dhuhur-Nya, perasaan ingin harap
pada-Nya muncul kembali dalam waktu Ashar-Nya. Dalam shalat Ashar jama’ah itu
aku menggigil kuat dengan tumpah ruah air mata. Dan inilah waktunya, perasaan
maut akan menjemputku tiba-tiba hadir dalam dada. Aku ketakutan, bener-bener
dahsyat kejadian ini. Aku seakan tak mampu lagi bergerak. Aku ingin menyebut
nama-Nya dengan keras sampai pada akhirnya Allah pastikan nyawaku tercabut.
Entah bagaimana sakitnya. Aku ingin mengerang. Aku ingat Rasulullah saja
merasakan sakit saat ajal menjemputnya. Apalagi saya ya Rabb, betapa akan
terasa dahsyat rasa sakit itu karena aku tahu aku adalah hambamu yang berlumur
dosa dan noda. Seketika itu juga, orang-orang tercinta ada dalam bayanganku.
Bagaimana kagetnya ibuku tercinta mendengar berita kematianku. Aku tak kuasa
membayangkannya, semakin menambah ketakutanku saat itu. Entah berapa lama rasa
sedih dan air mata itu akan terus tumpah ruah dipipinya yang mulai keriput
itu?. Karena aku tahu betapa banyak harap bahagia yang ingin beliau dapatkan
lahir lewat wasilah diri ini. “Tuhan, ijinkan sejenak aku bertemu ibu. Biar
saat badan ini merenggang ibu ada memangkuku”. Aku ingat semuanya, termasuk kau
juga datang dalam bayanganku. “Allah, sungguh aku takut sekali, aku belum siap.
Aku belum bisa berbuat banyak Rabb untuk bekalku menghadap-Mu. Ingin demi ingin
ini, ingin aku capai dulu karena ada Engkau disana. Dan itulah aku tetap
berharap Engkau penuhi segala ingin itu”. Huh, selepas salam shalatku perasaan
dekat dengan mati semakin menjadi. Aku merasa hanya satu tarikan nafas aku akan
meninggalkan semuanya. Aku coba tenangkan diri keluar masjid namun semakin
menjadi pula. Pandanganku hambar tiba-tiba dan serasa semua jadi hampa. Maju
mundur aku ingin menelepon Bapak Ibnu Rusydi, guru sekaligus teman curhatku.
Aku telepon beliau dan aku ceritakan semuanya padanya, itu bagiku akan
menjadikan bayang kematian ini akan semakin dahsyat. Tidak, aku tidak ingin
cerita apapun dan kuurungkan keinginan menelpon beliau. Aku takut ceritaku jadi
pertanda bahwa kematianku benar-benar akan terjadi. Berpikir seperti ini aku
takut.
(Masjid as-Syahriyah Malang, 12
September 2011)
4 komentar:
apakah anda yg mersakan seperti ini..atau ini perkongsian dripada org lain??
Setiap yang tertulis dalam blog ini adalah pengalaman perjalanan hidup pribadi.
Allahu karim..
subhanallah..saya juga pernah merasa seperti apa yang kamu rasakan..sehingga saya merasa takut yang teramat sangat..huhu..
Assalamualaikum,
Bagaimana keadaan selanjutnya dari cerita anda ?
karna saat ini saya merasakan hal yang sama. saya ketakutan sekali.
Posting Komentar