Aku semakin mengerti bahwa inilah
hidup yang sebenarnya. Allah dengan waktu yang digulirkan mengajariku menghargai
diri, tetap berpegang teguh kepada agama dan yang pasti tidak berputus asa
terhadap rahmat-Nya. Kalau kondisi terpuruk, biasanya aku lebih sering down
gairah hidup, semakin menganggap diri tak ada artinya dan yang pasti aku tak
optimis lagi mendapat kasih sayang-Nya. Karena aku pikir, kenapa kejadian ini
terjadi begitu sering kepadaku?. Sedang Allah Mengetahui untuk itu. Satu sisi
aku semakin berputus asa terhadap rahmat Allah, di sisi lain aku salahkan diri
ini, aku ratapi, kenapa tak jua berubah diri ini?. Diri ini begitu lemah untuk
perubahan. Hanya ada keinginan yang menggebu tapi ketika diminta untuk
bertindak demi perubahan itu aku seakan lelah sendiri. Ketika itu jadilah aku
seorang yang hampa tiba-tiba, tak merasakan apa-apa kecuali kegundahan. Dalam
posisi puncak bisa tumpahlah air mata ini.
Aku bertanya, inikah aku?.
Akankah aku temukan jua dalam pribadi remaja sepertiku?. Jejalan pertanyaan
demi pertanyaan, kegelisahan yang seakan tak berujung, kehampaan, kebingungan,
idelisme hidup yang berujung penerimaan atau bahkan persoalan dengan Tuhan, dan
kelelahan yang tiada mengikuti langkah demi langkah. Seperti inikah yang lain?.
Atau hanya diriku yang mengalami?. Aku sampai saat ini masih terus mencari
dimanakah letak hubungan kondisi diri ini dengan kebijakan Tuhan-yang
senantiasa aku cari, apa maunya Allah berikan ini semua untukku?. Aku berpikir
keras mencari tahu dimanakah letak hikmah dan manfaatnya. Walau terkadang dalam
proses itu aku semakin lelah karena aktivitas berpikirku semakin bertambah.
Ditambah lagi berpikir persoalan hidup yang lain di luar itu. Semakin bertambah
lelah lah diri ini. Yang menyakitkan ketika dalam proses pencarian itu aku
temukan diri ini lemah sehingga ada bayang-bayang ketidak bisaan diri ini untuk
kembali meraih mimpi-mimpi dan beraktivitas apapun itu yang berujujng pada
kebahagiaan diri.
Surabaya, 26 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar