Bukan aku tidak kangen. Bukan aku tidak ingin lagi menikmati kebersamaan
dan kebahagiaan bersama ibu dan keluarga. Bukan berarti aku kini menomer-duakan
keluarga daripada egoku untuk meraih impian-impian hidup. Bukan juga aku seolah
tak butuh lagi kasih sayang dan perhatian ibu yang selama ini dengan ikhlas ibu
berikan. Tidak ibu, aku bukan Malin Kundang. Anakmu kini merantau mencari
kurnia Tuhan untuk bisa segera aku tunjukkan ke ibu dan keluarga sebelum waktu
berpisah itu mendekati kita.
Kini, hanya ada penyesalan yang selalu hadir karena aku tak bisa cepat
persembahkan kebahagiaan yang sempurna untukmu. Ada ingin yang besar tapi
kadang aku lelah ibu mencari tahu bagaimana cara meraihnya atau aku lelah oleh
sifat kemanusiaanku yang kadang malas dan resah sendiri. Dalam perjalanan ini
banyak yang ingin aku ceritakan ke ibu. Aku hanya ingin ada tempat untuk aku
cerita dan aku ingin, itu ibu. Tapi, raut wajahmu dan serak suaramu menahanku.
Mungkin ini hanya tafsir subjektifku kalau kau pasti terbebani dengan
cerita-cerita anakmu ini. Kau pasti mau dan dengan senang hati mendengar keluh
kesah panjangku. Walau mungkin kau akan menahan tangis karena hanya ucapan; ”seng sabar nak!”, dan doa panjang di
sujud panjangmu yang bisa kau berikan setelah mendengar cerita panjangku.
Maafkan ibu, aku tak mau anakmu yang belum sempurna baktinya ini menambah beban
di pundakmu. Biarlah aku berjalan sendiri tanpa cerita apapun tentang kesakitan
yang perih ini. Untukmu ibu, cukuplah doa yang kuharapkan mengiringi perjalanan
ini. Semoga tidak lama aku segera bisa berbagi cerita kebahagian padamu.
Tentang jerih payah dan sakit selama proses mendapatkan kebahagian itu biar aku
simpan sendiri. Saatnya nanti pasti akan aku ceritakan jua bersama dengan
bahagia yang aku dapat.
Ibu..
Aku merindukanmu hadir dalam doa panjangku!
Aku merindukanmu hadir dalam sisa semangatku!
Aku merindukanmu hadir dalam lelah langkahku!
Aku merindukanmu hadir bersama-Nya!
Ibu..
Anakmu merindukanmu!
Catcil seorang anak yag lagi
merindukan seorang ibunya.
Bukan sosok ibu secara fisik
saja yang ia rindukan, karena jelas itu pasti.
Namun kerinduan panjang itu
pada kebahagiaan ibu dengan wasilah tangannya.
Sejak lama ia merindukan,
selama itu pula langkah dan tangisnya semakin menjadi.
Semoga ia istiqamah sampai
pada titik habis tenaganya dan air matanya yang mengering.
Semoga ia bertemu dengan apa
yang ia rindukan: ibu dan kebahagian yang ia persembahkan untuknya.
Kini ia melangkah setapak
demi setapak menuju puncak sukses itu!
Surabaya, 22 Desember 2011
At 07.05 AM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar