Aku Disini

Jumat, 31 Agustus 2012

Entah Bagaimana

Hari ini aku lalui seperti biasanya. Tanpa tujuan dan penuh dengan kehampaan.  Membosankan sekali menjalani rutinitas yang sama sekali tak berarti. Entah kemana dan bagaimana melanjutkan perjalanan ini?. Aku bigung setengah mati. Hari-hariku aku lalui dengan bergelut sama kemelut jiwa yang terus menghantui. Setiap saat dan waktu. Aku pun seakan tak mampu lagi menatap masa depan. Segalanya sudah jadi tak bisa bagiku dan itu begitu kuat tertancap sehingga setiap kali aku ingin lawan aku kalah. Atau mungkin karena aku selalu punya keyakinan bahwa untuk berubah dan menjadikan semuanya nikmat itu harus menunggu semuanya baik dulu. Sehingga aku ingin memulainya dari nol. Ya dari nol kataku aku akan mulai semuanya. Tapi selang beberapa saat setelahnya, 1 jam, sehari, seminggu, sebulan atau entah berapa itu, aku pasti akan merasakan kembali ke awal lagi; bingung, hampa, malas, atau apapun kondisi yang sama sekali aku tidak suka. Nah, disitulah aku tak lagi menghargai perjalananku dari nol sampai pada titik itu. Aku anggap semuanya gagal dan tak berguna. Aku pun hanyut dalam penyesalan dan penyiksaan oleh perasaanku sendiri. Saat itu aku mati.

Detik ini aku mengalami kembali, perasaan hampa dan menjadi tak berarti itu hadir. Aku pun tak berkeinginan untuk berbuat apa-apa. Yang terbayang dan ingin segera aku lakukan adalah tidur tanpa harus aku batasi dengan waktu dan kondisi apa pun. Tapi untung aku masih punya Tuhan. Jadi sesekali suara panggilan-Nya membangunkanku aku segera penuhi. Hem, mungkin ini yang tersisa dariku.

Saat ini tak ada keinginan sama sekali untuk menuliskan keluh kesah dan kondisiku pada catatan harianku. Sudah malas aku mengeluh dengan keadaan ini. Catatan harian itu penuh dengan keluh kesah saja. Atau mungkin saja aku tak berkeinginan untuk menulis apapun dalam catatan harian karena biar aku tak bisa berbuat apa-apa sekalian. Menurutku saat ini menulis dalam catatan harian itu sebuah perjuangan mencapai kebaikan diri untuk belajar istiqamah. Intinya menulis walau hanya sekedar berkeluh kesah pada diary itu begitu baik. Sehingga sampai saat ini aku baru sampai pada taraf rendah; bangga menulis catatan harian keluh kesah. Ya baru sampai disitu kualitas diriku. Hem, sungguh miris merenungkannya.

Pada akhirnya, aku menemukan diri ini sebagai pribadi yang kalah dan gagal. Tak terlihat sama sekali bayangan masa depan yang dulu begitu gusar menggelayuti setiap pikiranku. Namun indahnya itu yang cukup memompaku untuk berpacu. Sekarang hanya ada bayangan masa depan tapi aku melihat dengan ketakutan dan semuanya seolah hanya mimpi. Non-sens aku bisa mencapainya. Pikiranku memulai segalanya. Ucapan dan tindakanku serta merta mengikuti langkah yang mulai tersusun dalam pikiran. Ya langkah apa lagi kalau bukan langkah ketakutan dan kegagalan. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Aku setengah mati yang begitu menyakitkan.

Sampai sekarang, aku peras otakku mencari jalan keluar dari kebuntuan ini. Bagaimana cara keluar dari keterkungkungan ini?. Dalam pencarian itu ada muncul semangat kalau aku harus berubah. Aku harus bergerak. Tapi aku lagi-lagi bingung. Bingung darimana aku harus memulai?. Bingung bagaimana cara berubah?. Muncul lagi keresahan dan kehampaan itu. Datang tiba-tiba dan begitu menyakitkan. Aku berusaha mengelak untuk tidak menggubrisnya. Tapi sungguh sulit sekali. Hehe, aku pun melayaninya dengan sepenuh hati keresahan itu. Menyakitkan namun ada perasaan nikmat di satu sisi ketika keresahan itu memuncak sehingga memaksaku untuk adukan segalanya pada Tuhan. Aku bersimpuh, tersungkur dalam ketidakberdayaan diri. Bening air mata terkuras seketika. Sungguh setelah itu, aku kembali punya harapan dan seolah-olah perubahan itu sudah di depan mata. Lega aku mengadu pada-Nya.

Semangat aku ingin berubah. Akan tetapi tak selang beberapa lama ketika aku dituntut untuk merealisasikan semangat-yang aku dapatkan dari kedekatan dengan Tuhan ketika mengadu itu-dalam bentuk tindakan dan eksekusi segera aku lembek dan menunda-nunda. Padahal saat itu aku diberi kelapangan pikiran dan ketenangan hati. Aku pikir, ”Tunggu sajalah, yang penting aku damai saat ini bersama-Nya. Aku bisa menikmati hidup ini kembali setelah sekian lama aku tak menikmati apa-apa dari hidup ini. Eman-eman!!!. Entar kalau aku mengambil tindakan-tindakan itu aku akan kembali pada kehampaan. Aku pun juga lagi malas untuk melakukan tindakan itu”. Huh, aku nikmati kenikmatan nisbi. Huft, bukan nikmatnya yang nisbi tapi akulah yang tak punya usaha sama sekali untuk melanggengkan kenikmatan itu dengan cara yang sering Tuhan berikan kepadaku lewat kecenderungan hati, ”Ayo, tak ada jalan lain kecuali kamu harus bergerak sekarang”. Aku tak mengindahkan suara hati yang sengaja Tuhan bisikkan sebagai jalan keluar itu. Sebagai sebuah sunnatullah yang harus berlaku padaku.

Bukan Tuhan tak bisa mengeluarkan kebijakan kun fayakun tanpa ada setitik usaha dariku. Bisa saja itu terjadi tapi entahlah bagaimana jadinya kamu jika dari seperti itu-kamu bisa meraih segala keinginanmu atau keluar dari kemelut diri. Padahal keyakinanmu pada-Nya tidak benar-benar. Aku takut malah ketika kamu benar-benar seperti yang kamu mau, malah kamu menjadi manusia yang tak bertuhan. Karena kamu tak bisa lagi menangis dan dekat dengan-Nya karena kamu sudah bahagia. Ini bukan persoalan kamu tidak boleh bahagia karena takut tidak dengan Tuhan. Bukan!!!. Tapi caramu mendekati Tuhan itu harus benar, murni dan dengan keyakinan yang penuh bukan hanya karena kamu butuh agar DIA hilangkan ketakutanmu itu. Setelah itu???.

Surabaya, 04 Augst 2011

Tidak ada komentar:

Pengikut