Hari ini aku lalui seperti biasanya. Tanpa tujuan dan penuh dengan kehampaan. Membosankan sekali menjalani rutinitas yang
sama sekali tak berarti. Entah
kemana dan bagaimana melanjutkan perjalanan ini?. Aku bigung setengah mati.
Hari-hariku aku lalui dengan bergelut sama kemelut jiwa yang terus menghantui.
Setiap saat dan waktu. Aku pun seakan tak mampu lagi menatap masa depan.
Segalanya sudah jadi tak bisa bagiku dan itu begitu kuat tertancap sehingga
setiap kali aku ingin lawan aku kalah. Atau mungkin karena aku selalu punya
keyakinan bahwa untuk berubah dan menjadikan semuanya nikmat itu harus menunggu
semuanya baik dulu. Sehingga aku ingin memulainya dari nol. Ya dari nol kataku
aku akan mulai semuanya. Tapi selang beberapa saat setelahnya, 1 jam, sehari,
seminggu, sebulan atau entah berapa itu, aku pasti akan merasakan kembali ke
awal lagi; bingung, hampa, malas, atau apapun kondisi yang sama sekali aku
tidak suka. Nah, disitulah aku tak lagi menghargai perjalananku dari nol sampai
pada titik itu. Aku anggap semuanya gagal dan tak berguna. Aku pun hanyut dalam penyesalan dan
penyiksaan oleh perasaanku sendiri. Saat itu aku mati.
Detik ini aku mengalami kembali, perasaan hampa dan menjadi tak berarti itu
hadir. Aku pun tak berkeinginan untuk berbuat apa-apa. Yang terbayang dan ingin
segera aku lakukan adalah tidur tanpa harus aku batasi dengan waktu dan kondisi
apa pun. Tapi untung aku masih punya Tuhan. Jadi sesekali suara panggilan-Nya
membangunkanku aku segera penuhi. Hem, mungkin ini yang tersisa dariku.
Saat ini tak ada keinginan sama sekali untuk menuliskan keluh kesah dan kondisiku
pada catatan harianku. Sudah malas aku mengeluh dengan keadaan ini. Catatan
harian itu penuh dengan keluh kesah saja. Atau mungkin saja aku tak berkeinginan
untuk menulis apapun dalam catatan harian karena biar aku tak bisa berbuat
apa-apa sekalian. Menurutku saat ini menulis dalam catatan harian itu sebuah
perjuangan mencapai kebaikan diri untuk belajar istiqamah. Intinya menulis
walau hanya sekedar berkeluh kesah pada diary itu begitu baik. Sehingga sampai
saat ini aku baru sampai pada taraf rendah; bangga menulis catatan harian keluh
kesah. Ya baru sampai disitu kualitas diriku. Hem, sungguh miris
merenungkannya.
Pada akhirnya, aku menemukan diri ini sebagai pribadi yang kalah dan gagal.
Tak terlihat sama sekali bayangan masa depan yang dulu begitu gusar
menggelayuti setiap pikiranku. Namun indahnya itu yang cukup memompaku untuk
berpacu. Sekarang hanya ada bayangan masa depan tapi aku melihat dengan
ketakutan dan semuanya seolah hanya mimpi. Non-sens aku bisa mencapainya.
Pikiranku memulai segalanya. Ucapan dan tindakanku serta merta mengikuti
langkah yang mulai tersusun dalam pikiran. Ya langkah apa lagi kalau bukan langkah ketakutan
dan kegagalan. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Aku setengah mati yang begitu
menyakitkan.
Sampai sekarang, aku peras otakku mencari jalan keluar dari kebuntuan ini.
Bagaimana cara keluar dari keterkungkungan ini?. Dalam pencarian itu ada muncul
semangat kalau aku harus berubah. Aku harus bergerak. Tapi aku lagi-lagi bingung.
Bingung darimana aku harus memulai?. Bingung bagaimana cara berubah?. Muncul
lagi keresahan dan kehampaan itu. Datang tiba-tiba dan begitu menyakitkan. Aku
berusaha mengelak untuk tidak menggubrisnya. Tapi sungguh sulit sekali. Hehe,
aku pun melayaninya dengan sepenuh hati keresahan itu. Menyakitkan namun ada
perasaan nikmat di satu sisi ketika keresahan itu memuncak sehingga memaksaku
untuk adukan segalanya pada Tuhan. Aku bersimpuh, tersungkur dalam
ketidakberdayaan diri. Bening air mata terkuras seketika. Sungguh setelah itu,
aku kembali punya harapan dan seolah-olah perubahan itu sudah di depan mata.
Lega aku mengadu pada-Nya.
Semangat aku ingin berubah. Akan tetapi tak selang beberapa lama ketika aku
dituntut untuk merealisasikan semangat-yang aku dapatkan dari kedekatan dengan
Tuhan ketika mengadu itu-dalam bentuk tindakan dan eksekusi segera aku lembek
dan menunda-nunda. Padahal saat itu aku diberi kelapangan pikiran dan
ketenangan hati. Aku pikir, ”Tunggu sajalah, yang penting aku damai saat ini
bersama-Nya. Aku bisa menikmati hidup ini kembali setelah sekian lama aku tak
menikmati apa-apa dari hidup ini. Eman-eman!!!. Entar kalau aku mengambil
tindakan-tindakan itu aku akan kembali pada kehampaan. Aku pun juga lagi malas
untuk melakukan tindakan itu”. Huh, aku nikmati kenikmatan nisbi. Huft, bukan
nikmatnya yang nisbi tapi akulah yang tak punya usaha sama sekali untuk
melanggengkan kenikmatan itu dengan cara yang sering Tuhan berikan kepadaku lewat
kecenderungan hati, ”Ayo, tak ada jalan lain kecuali kamu harus bergerak
sekarang”. Aku tak mengindahkan suara hati yang sengaja Tuhan bisikkan sebagai
jalan keluar itu. Sebagai sebuah sunnatullah yang harus berlaku padaku.
Bukan Tuhan tak bisa mengeluarkan kebijakan kun fayakun tanpa ada setitik
usaha dariku. Bisa saja itu terjadi tapi entahlah bagaimana jadinya kamu jika
dari seperti itu-kamu bisa meraih segala keinginanmu atau keluar dari kemelut
diri. Padahal keyakinanmu pada-Nya tidak benar-benar. Aku takut malah ketika
kamu benar-benar seperti yang kamu mau, malah kamu menjadi manusia yang tak
bertuhan. Karena kamu tak bisa lagi menangis dan dekat dengan-Nya karena kamu
sudah bahagia. Ini bukan
persoalan kamu tidak boleh bahagia karena takut tidak dengan Tuhan. Bukan!!!. Tapi
caramu mendekati Tuhan itu harus benar, murni dan dengan keyakinan yang penuh
bukan hanya karena kamu butuh agar DIA hilangkan ketakutanmu itu. Setelah
itu???.
Surabaya, 04 Augst 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar