Assalamu’alaikum wr.wb.
Alhamdulillah pada hari ini kita memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadlan.
Kalau pada 10 hari pertama Allah menjanjikan rahmat, 10 hari kedua ada ampunan
Allah, maka pada sepuluh hari terakhir ini Allah menjanjikan pembebasan dari api
neraka. 10 hari terakhir pertama sudah kita lalui, semoga Allah menerima segala
amal ibadah kita di 10 hari pertama itu dan Allah memberikan rahmat-Nya kepada
kita. Demikian juga 10 hari kedua sudah kita lalui, kita berharap semoga Allah
menerima amal ibadah kita di 10 hari kedua dan semoga kita termasuk dari
orang-orang yang berpuasa-yang mendapatkan ampunan Allah. Dan marilah kita
menggunakan kesempatan di 10 hari terkahir ini dengan lebih banyak meningkatkan
ibadah dan ketaatan kepada Allah. Rasulullah saw. bersabda dalam kitab shahih Bukhari nomer 996:
Dari
Aisyah r.a., katanya:”Nabi saw., biasanya apabila tiba sepuluh (yang akhir pada
bulan Ramadlan), beliau ikatkan sarungnya erat-erat, beliau berjaga malamnya
dan beliau bangunkan keluarganya”.
Pada 10 hari terakhir ini Allah menyiapkan malam kemulyaan yaitu lailatul
qadar sebagaimana firman Allah swt. surat al-Qadr ayat 1-5
Sesungguhnya
kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemulyaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemulyaan itu?. Malam kemulyaan itu lebih baik daripada seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar.
Oleh karena itu, kita diperintahkan pada 10 hari terakhir bulan Ramadlan
untuk memperbanyak ibadah kepada Allah swt. Sungguh mulya orang-orang yang
diberi kesempatan berjumpa dengan malam kemulyaan itu. Semoga kita termasuk
dari orang-orang yang diberi kesempatan untuk menadapatkan lailatul qadr.
Mungkin ada yang bertanya: ”kalau malam kemulyaan itu sama atau lebih baik
daripada seribu bulan sedangkan seribu bulan itu 83 tahun 4 bulan berarti
setelah seseorang mendapatkan lailatul qadr pasca Ramadlan tidak perlu ia
ibadah?. Karena nilai ibadah yang dilakukan pada malam lailatul qadr itu sama
dengan ibadah seribu bulan. Kalau dia shalat sunnah dua rakaat sedang shalat
sunnah dalam bulan Ramadlan sama seperti shalat wajib, maka berarti orang
tersebut seolah-olah telah melaksanakan shalat wajib yang dua rakaat 83 tahun
dan 4 bulan lamanya”. Pertanyaan ini sama halnya dengan sebuah pertanyaan: ”Kalau
orang yang memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa itu akan mendapatkan
pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa berkurang sedikitpun, berarti cukuplah
saya memberi orang berpuasa tanpa berpuasa?.” Ini jelas pemahaman yang keliru.
Ibarat ada orang yang sibuk memikirkan dasi dan perhiasan yang bagus untuk
menghiasi badannya sedangkan dia tidak memakai celana?. Artinya : bisa diambil sebuah pemahaman bahwa
perkara yang wajib dalam agama itu harus tetap mendapatkan prioritas utama,
tidak boleh tidak harus dikerjakan. Perkara sunnah atau pahala yang berlipat
ganda yang akan diberikan kepada seseorang yang melakukan suatu amalan itu
hanya menunjukkan keistimewaan dari amalan itu, tidak menunjukkan adanya
pengguguran amalan yang lain karena atas dasar pahalanya sama atau melebihi.
Apalagi amalan itu dalah amalan yang wajib, jelas tidak bisa digugurkan oleh
amalan yang lain.
Keistimewaan itu bisa jadi karena waktu, karena tempat atau bisa juga
karena orang. Keistimewaan yang diberikan kepada suatu amalan karena waktunya
yang istimewa contohnya bulan Ramadlan. Betapa istimewanya Ramadlan sehingga
segala amalan baik yang dilakukan didalamnya akan menjadi istimewa pula, akan
dilipatgandakan oleh Allah swt. Contoh waktu lain yang istimewa banyak seperti
1/3 malam terakhir, bulan Rajab, Sya’ban dan lain sebagainya.
Keistimewaan yang diberikan kepada amalan karena tempatnya yang istimewa
contohnya Masjidil Haram, Raudah, Hajar Aswad. Kalau ada orang yang shalat di
masjidil haram pahalanya sama dengan shalat ribuan kali di luar masjidil haram.
Ada keterangan bahwa orang yang berdoa di Raudhah itu akan kemungkinan besar
diterima oleh Allah swt. Sehingga tidak salah kalau ada orang yang ziarah
kepada orang yang akan naik haji pasti minta didoakan. Istilahnya orang
menyebutnya nitip doa. Kalau ada diantara jama’ah yang dalam waktu dekat ini
mau berangkat ke tanah suci, nanti bilang saya. Saya juga mau nitip doa. Semoga
Allah dekatkan saya dengan jodoh yang shalehah. Hehe..
Kalau keistimewaan karena orang contohnya adalah orang-orang yang dekat
dengan Allah seperti para nabi dan rasul, ulama dan orang-orang yang
shaleh-yang dekat dengan Allah. Sehingga tidak salah kita meminta didoakan
kepada ulama misalnya. Seperti yang dilakukan para sahabat meminta didoakan
kepada Rasul. Salah satu contohnya Tsa’labah. Sahabat yang satu ini termasuk
dari sahabat nabi yang beruntung didoakan oleh nabi sehingga dia menjadi orang
yang kaya raya walaupun pada akhirnya dia kufur nikmat.
Saya sebenarnya disini tidak bermaksud menjelaskan tentang Lailatul Qadr
dan keistimewaan-keistimewaan amalan atau beberapa penjelasan yang saya
jelaskan barusan. Namun penting kiranya saya selipkan beberapa hal. Sedikit
mengingatkan Lailatul Qadr karena hari ini kita sudah masuk sepuluh hari
terakhir yang dalam beberapa keterangan baik hadist atau pendapat ulama’
menyatakan bahwa Lailatul Qadr itu ada pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadlan. Demikian juga kita sebagai umat Islam harus semakin sadar bahwa
Ramadlan ini adalah bulan yang istimewa untuk bekal kita menjadi baik pada
bulan berikutnya. Kita diperintahkan mengejar yang sunnah tapi dengan tidak
melupakan untuk menyempurnakan yang wajib. Kalau kita semangat untuk tarawih
berjamaah di masjid maka marilah semakin kita latih diri kita untuk semangat
pula melaksanakan shalat yang wajib secara berjamaah di masjid. Kalau kita
semangat beribadah pada bulan Ramadlan maka mari latih diri kita untuk semangat
pula melaksanakan ibadah di bulan lain selain Ramadlan. Tidak dengan selesai
Ramadlan selesai pula ibdah kita. Kita berdoa semoga kita termasuk dari
orang-orang yang istiqamah.
Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau
karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (al-Imran : 8)
Tema yang diberikan ke saya pada kajian shubuh kali ini adalah syukur dan
sabar kunci sukses orang beriman.
Dalam kehidupan ini kita pasti akan mengalami sebuah keadaan yang berbeda
secara bergantian. Orang mengatakan kehidupan ini ibarat roda pedati. Kadang di
atas kadang di bawah. Demikian juga halnya dalam kehidupan kita pasti mengalami
kesenangan dan kesengsaraan di lain waktu, saat ini tersenyum bahagia besok
menangis pula. Suka dan duka silih berganti mengiringi langkah kita. Meskipun setiap
manusia pasti mengalami perbedaan keadaan secara bergantian; mengalami suka dan
duka, senang dan sengsara, kaya dan melarat, setiap orang memiliki sikap yang
berbeda pula dalam menghadapi suka dan duka itu. Sikap yang memberikan gambaran
apakah orang itu disebut sebagai orang beriman atau tidak. Dalam sebuah hadist
Rasul dinyatakan tentang sikap orang yang beriman itu, yang arti hadist
tersebut kurang lebih sebagai berikut:
Sungguh unik orang yang beriman itu, ketika dia diberi nikmat dia bersyukur
sedangkan kalau dia diberi musibah dia bersabar. Sungguh beruntung orang-orang
yang beriman itu.
Berbeda dengan sikap orang yang tidak punya iman di dalam hatinya; ketika
dia diberi nikmat dia kufur, sedangkan kalau diberi musibah dia mengeluh dan
berpaling.
Ada sebuah
cerita menarik dari Rasulullah yang ada di dalam kitab Riyadhus Shalihin no. 65
HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan
oleh Al Imam An Nawawi.
“Ada tiga orang
dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak
menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat. Malaikat itu
datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si
belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta
hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun
mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia
diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling
kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting
sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa
yang kamu dapatkan ini.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu
dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya
penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun
mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut
yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi?
Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat
tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu
dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan
penglihatanku sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta,
dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta
apakah yang paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi
kambing yang bunting.
Selang beberapa
waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang akhirnya
si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga dengan
si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang memenuhi
suatu lembah.
Kemudian Malaikat tadi datang kepada si belang dengan
menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu,
dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah
perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali
Allah kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah
memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang bagus serta harta kekayaan-
seekor unta untuk bekal dalam perjalanan saya. Si belang berkata: Hak-hak yang
harus saya berikan masih banyak.
Malaikat itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah
mengenalimu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang
lain merasa jijik kepadamu? Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian
Allah memberi kekayaan kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah
warisan dari nenek moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga
Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak seperti
keadaan si botak waktu itu. Dan
berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga
menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika
kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian
Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan
si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di
tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan
kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang
telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam perjalanan
saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian Allah
mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan
tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan
memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia.
Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji
dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si
botak).”.
Allah berfirman:
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah) akan tambah (kenikmatan) untuk
kalian, dan jika kalian ingkar, sesunggahnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim: 7).
Kemudian firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 147:
“Mengapa
Allah akan mengadzabmu sementara kamu bersyukur dan beriman?”.
Dari dua ayat ini memberikan pemahaman kepada kita tentang keuntungan
dari orang-orang yang bersyukur dan kerugian yang akan dialami oleh orang-orang
kufur. Ada tiga keuntungan minimal yang akan diberikan kepada orang yang
bersyukur terhadap nikmat Allah seperti yang tertera dalam dua ayat tersebut; pertama Allah akan menetapkan nikmat
yang ada bahkan Allah akan
menambahnya, kedua orang yang
bersyukur itu akan terhindar dari azab Allah. Namun begitulah sifat dasar yang
dimiliki manusia, tentunya untuk yang ketiga
Allah akan memberikan pahala kepada orang yang bersyukur karena dia mau
taat kepada perintah Allah.
“Dan
syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya
kepada-Nya saja beribadah.” (An
Nahl: 114).
Sedangkan untuk orang yang kufur akan mendapatkan kerugian berupa
dicabutnya nikmat itu dan Allah menyediakan azab yang pedih baik di dunia lebih-lebih
di akhirat kelak. Nauzubillahi min dzalik.
Ada banyak
nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Seandainya manusia menghitungnya
tentu manusia tidak akan mampu menghitungnya. Namun seorang ulama’ membagi
nikmat menjadi 4 bagian, yaitu:
1.
nikmatut shagir (nikmat
yang kecil) yaitu nikmat berupa dunia.
2.
nikmatul kabir (nikmat yang besar) yaitu berupa iman dan Islam.
3.
nikmatul kamil (nikmat sempurna) yaitu nikmat berupa surga dan
segala kenikmatanya.
4.
nikmatul qadim (nikmat yang agung) yaitu nikmat bertemu dengan
Allah.
”wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat”. (QS. Al-Qiyamah 22-23)
Dan kita sebagai
orang yang berpuasa tentu akan mendapatkan surga dan bisa menemui Tuhannya,
sesuai dengan janji Allah dalam sebuah hadist bahwa disediakan untuk orang yang
berpuasa itu sebuah pintu di surga yaitu pintu ar-Rayyan. Tidak ada yang masuk
ke pintu tersebut kecuali orang yang berpuasa (HR. Bukhari 930)
”bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang
akan menggembirakannya: apabila ia berbuka ia gembira, dan apabila ia menemui
Tuhannya, ia gembira dengan puasanya” (HR. Bukhari 935)
Lalu apa makna
dari syukur itu sendiri?. Menurut ulama’ syukur itu adalah dengan meyakini
bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah subhanahu wata’ala yang kemudian dia memuji-Nya, menyebut-nyebut nikmat
tersebut, serta memanfaatkan nikmat tersebut untuk hal-hal yang dicintai dan
diridhai-Nya. Intinya syukur dengan hati, syukur dengan ucapan kemudian syukur
dengan tindakan. Itulah syukur yang sempurna.
Allah
telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingat dan bersyukur atas
nikmat-nikmatNya: “Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat pula
kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu.” (QS
al-Baqarah:152).
Ahli Tafsir, Ali
Ash Shobuni menjelaskan bahwa yang dimaksud “Ingat kepada Alloh” itu adalah
dengan Ibadah dan Ta’at, maka Alloh akan ingat kepada kita, artinya memberikan
pahala dan ampunan. Selanjutnya kita wajib bersyukur atas nikmat Allah dan
jangan mengingkarinya dengan berbuat dosa dan maksiat.
Telah
diriwayatkan bahwa Nabi Musa as pernah bertanya kepada Tuhannya: ”Ya Robb,
bagaimana saya bersyukur kepada Engkau? Robbnya menjawab: ”Ingatlah Aku,
dan janganlah kamu lupakan Aku. Jika kamu mengingat Aku sungguh kamu
telah bersyukur kepadaKu. Namun, jika kamu melupakan Aku, kamu telah
mengingkari nikmatKu”
Di zaman
sekarang ini, betapa banyak orang merefleksikan rasa bersyukur, namun dengan
cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syukur itu sendiri. Untuk
itu, para ulama telah menggariskan tata cara bersyukur yang benar, yakni dengan
cara beribadah dan memupuk ketaatan kepada Allah swt dan meninggalkan maksiat.
QS. an-Nahl ayat 114 menjelaskan bahwa ibadah seorang hamba ditujukan
sebagai bentuk rasa syukur.
”Maka makanlah
yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu dan
syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”.
Ketika rasul
ditanya oleh Aisyah :” ya Rasul engkau adalah orang yang dijamin masuk surga
oleh Allah, tapi kenapa engkau aku lihat setiap malam terbangun untuk beribadah
sehingga kakkimu bengkak?. Kemudian Rasul menjawab :” apakah kamu tidak ingin
mendapatkan aku sebagai orang-orang yang bersyukur?”.
Sebenarnya
ibadah yang kita lakukan setiap saat hanya dimaksudkan sebagai bentuk rasa
syukur kepada Allah swt.bukan karena semata-mata ingin mendapatkan pahala.
Imam al-Haromain al-Juwaini salah seorang guru Imam al-Gazali dalam Kitabul Irsyad dijelaskan tentang
ilustrasi manusia sebagai ’abd.
Manusia sebagai ’abd diilustrasikan sebagai anak angkat. ”Ada seorang bapak
yang mengambil anak angkat seseorang. Anak tersebut mendapatkan hak sama dengan
anak yang lain; dia diberi makan, tempat tinggal, disekolahkan dan lain-lain.
Namun juga diberi kewajiban oleh seorang bapak untuk menyapu lantai, mencuci
mobil dan lain sebagainya. Tidak
pantas kemudian anak angkat tersebut meminta gaji kepada bapak karena telah
menyelesaikan kewajibannya. Sama juga seperti masnusia yang telah diberi
fasilitas hidup dan kenikmatan didalamnya oleh Tuhan untuk meminta pahala
karena dia telah melaksanakan kewajibannnya sebagai seorang hamba.
Selanjutnya
bagaimana sikap yang ditunjukkan orang beriman ketika ditimpa musibah atau
menghadapi ujian?. Hal ini ditunjukkan dalam al-Quran ayat 155-157.
”dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang
apabila ditimpa musibah mereka berkata, innalillahi wa innna ilahi raji’un.
Mereka itulah yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dan puasa pada
bulan Ramadlan adalah untuk melatih rasa syukur dan sabar. Semoga dengan
madrasah Ramadlan ini kita menjadi hamba-hamba Allah yang berhasil mendapat
predikat sebagai orang-orang bertaqwa yang pandai bersyukur ketika mendapat
nikmat dan bersabar ketika ditimpa musibah.
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
#Masjid Nuril Iman Surabaya, tulisan-Q untuk Persiapan Berceramah Kuliah Shubuh Ramadlan 1432 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar